Puisi-Puisi Fancy
Bila Aku Tidak Diciptakan
Aku menelusuri dunia hampa…
Apakah ibu akan merasakan kesulitan beraktivitas karena kehadiranku di dalam rahimnya?
Mungkin tidak!
Dan aku…
Mungkin kehangatan selimut rahim ibu takan pernah aku rasakan… dan tak mungkin aku dapat berkata, “it’s me” seperti sekarang.
Seperti apa dan bagaimana rahmat kasih Allah yang selalu menyapa aku selama aku berada dalam rahim ibu. Aku tidak mengenal-Nya.
Bila Tuhan tidak menciptakan aku…
Tak mungkin ada peluh dan darah dalam usaha ibu menghantar aku ke dunia yang sekarang ini aku pijaki.
Mungkin
Suara petir dari ayah yang menukik telinga “si nakalku” takkan ku kenal.
Tak mungkin ayah sediakan rotan dari hutan untuk mengusap kesalahan, mulut, kaki, dan tanganku.
Apakah mungkin aka nada tambahan sepiring makanan yang membebani keluargaku…biaya sakitku…
Bagaimana dengan pendidikanku?
Bisa saja ayah dan ibu bisa hidup dalam kemewahan.
Bila Tuhan tidak menciptakan aku…
Ahh…
Bagaimana teman-teman bisa menertawakan kelemahan dan kekuranganku.
Mungkin mama tak pernah sakit hati karena langkah-lakuku yang bodoh itu.
Atau barangkali teman-temanku akan tenang, aman, dan bahagia karena ketidakhadiran tingkah lakuku yang menyakiti mereka semua.
Dan sudah pasti, aku takkan ada di sini bersamamu semua.
Doaku Untuk Mereka
Bagaikan aliran air yang mengalir
Aliran cinta-mu untukku Tuhan
Karena-Mu
Mereka pun mencintai aku
Aku diterima
Aku bersyukur, Kau memberikan mereka padaku
Mereka takkan kulupakan
Semoga Kau mempertahankan cinta mereka
Semoga Kau melindungi mereka
Kau mencintaiku
Kumohon tuntunlah hidup mereka
Kiranya kesehatan, rejeki, dan berkat
Selalu mengalir laksana air dari-Mu
Untuk mereka.
Terima kasih untukmu semua
Terima kasih Tuhan.
Nyanyian Semesta
Pujilah Tuhan
Muliakanlah Tuhan
Gelombang laut dengan suara keras menyanyikan lagu syukur
Silih berganti dan bersahut- sahutan
Terpati dalam irama statis
Mereka menyanyikan Mazmur dan Kidung bagi Tuhan
Suara burung di antara atap-atap pepohonan
Bersiul merdu bergantian dengan gesekan senar angin pada dedaunan pohon
Sungguh Mulia Tuhan
Tiada putus-putusnya mereka memuji Tuhan
Sebab Tuhan pun tak pernah berhenti menghembuskan nafas-Nya bagi mereka
Maka patutlah mereka berbahagia
Pujilah Tuhan
Sejenak kupandang di sekeliling
Ada yang tertunduk lesu, layu tak bergairah
Mereka menyanyi dengan suara yang agak garing terdengar
Tubuh mereka kaku, enggan tuk berayun
Mereka memohon belaskasihan Tuhan
Untuk menyegarkan dahaga jiwa mereka
Pohon-pohon kering berdiri tegar
Menanti kebaikan Tuhan
Ada seperti Roh Kudus dari Tuhan
Yang bernyanyi dan bersiul indah
Menghibur dan menemani selalu diantara ranting-ranting gersang
Burung dan unggas pujilah Tuhan.
Sebuah Doa
I
Terimaksih ya Tuhan
atas “awal” yang telah Engkau mulai
dalam sejarah hidupku.
Biarlah segala makhluk mengagumi-Mu
dan mulutku memuliakan nama-Mu
sebab tak ada satu pun yang telah ada di dalam dunia ini
tanpa memiliki kisah “awal”
“awal” dimana Engkau menghendaki kami untuk ada
dan diciptakan.
Ya Tuhan, kami telah ada oleh karena Engkau
maka, aku mohon ada-lah selalu untukku
dan buatlah aku mengerti bahwa Engkau selalu ada untukku.
Amen.
II
Aku bersyukur kepada Tuhan
Karena hati – jiwaku memperoleh kepenuhan di dalam-Nya
Ia menjadikan aku sumur kehidupan bagi sesame
Sebab Dia adalah sumur abadi yang tak pernah kehabisan airnya
Ia hadir selalu dalam hidupku
Dan aku menikmati cinta-Nya
Melalui sahabat-sahabat seciptaan
Ia menopang kakiku agar tidak terantuk pada batu
Dan membimbing aku agar tidak tersesat.
Kini aku trelah berjalan di jalan-Nya
Dan Ia berjalan bersamaku.
Amin.
Hari kabar baik
Pesan menghampir bersama mentari
Mengemas kabar dari dia yang di sana
Tanyakan aku, mengapa kau tak kemari
Harusnya hari ini kita bersama.
Berita yang tak pasti
Kau hampiriku dengan hujan rindu
Luluhkan hati yang diterjang badai
Yang sekian lama tertikam luka sembilu.
Suara rindu
Dari seberang kumenatap waktu
Terlintas tapak sekian tahun berlalu
Sendiri kuberdekut
Aku merindukan panggilan mama
saat kulupa jalan pulang
pada raga kecil yang hanya selalu ingin bermain
hingga ditelan petang
aku merindukan kemarahan nenek
tak lagi terdengar suara
sahabat-sahabat memanggil namaku
suara kakak dan adikku
melantunkan puisi malam berteman air mata
aku tak lagi memiliki semuanya
senyum ibu yang manis mengatur seragam sekolahku
takku dapatkan lagi
kini hanyalah bibir bisu dan keruh
bunyi radio kesayangan nenkku sudah kalah
jauh dari sudut-sudut bukit yang tersulam dengan
gemuruh robot mengeruk rahim bumi.
Sekarang tinggalah aku dalam sepi
meniti jalan dipadang gembala
entah imbalan apa yang kudapat
itu hanya tersirat dalam harap.
Aku mencintaimu semua
dalam ruang waktu
yang selalu memanggilku untuk kembali.
Komentar