KPK Ujung Tombak Harapan Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi
ACEHHERALD.com |
Sebagaimana ‘Editorial’ Media Indonesia (1/3), ... penangkapan Nurdin Abdullah ialah cerita tentang KPK yang senyatanya tetap memiliki taji cukup tajam. Mungkin belum terlalu landep (runcing) untuk mengenyahkan korupsi sebagai perilaku yang sudah telanjur merambah lini dan tingkatan mana pun. Namun, ‘ulah’ KPK yang terus menerus membuat ciut nyali para koruptor, terutama dengan operasi tangkap tangan (OTT) mereka, semestinya kita apresiasi dan beri dukungan.
Sebagai Ujung Tombak
Di tengah situasi pelik dalam moncong wabah covid-19 yang
mendistorsi segala macam aktivitas dalam berbagai bidang gerak manusia tentunya
juga menjadi kendala bagi instansi atau lembaga-lembaga kenegaraan untuk
menjalankan fungsinya secara maksimal. Namun, ancaman wabah ini tidak
menurunkan semangat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan
tugasnya sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di tanah air ini. Kita
perlu memberi apresiasi kepada KPK yang telah kembali menunjukan ‘taringnya’
dengan berita penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada
Sabtu (27/2) lalu.
Sebagai ujung tombak dalam memerdekakan hak-hak warga negara yang ‘diculik’ oleh aktor-aktor politik, para pejabat, dan para pengampuh kekusaan lainnya di tengah warga masyarakat, KPK perlu menunjukan konsistensi dan sinergisitas mutlak sebagai lembaga negara yang independen. KPK harus benar-benar membebaskan diri dari pengaruh kuasa mana pun. Karena itu perlu ada kerja sama yang kompatibel, konsisten, dan bebas kepentingan bagi semua lembaga penegak hukum, bukan hanya KPK saja.
baca:NTT Butuh Pemimpin yang Bernyali Besar
Dalaml hal ini kepolisian, kejaksaan, hakim, dan advokat, digiatkan untuk menjalankan fungsinya secara maksimal sebagai lembaga penegak hukum dan bukan bidak yang seenaknya dipermainkan seturut kehendak atau kepentingan pemerintah semata. Poin ini perlu mendapat legitimasi dalam legislasi dari pemerintah dan DPR demi penguatan aturan kelembagaan penegakan hukum anti korupsi. Itu pun jika pemerintah memiliki keberpihakan kepada kepetingan publik dan ingin serius memberantas korupsi.
Namun, bagaimana pun bentuk keterlibatan lembaga penegak hukum lainnya dalam menyikapi kasus korupsi, KPK harus tetap menjunjung tinggi asas-asas; kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas, dalam pelaksanaan tugas kenegaraan (UU RI No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupi). Sebab korupsi ialah perilaku yang tidak berkeperikenusiaan dan harus dibersihkan dari jagat Indonesia.
Harapan
Penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada Sabtu (27/2) lalu menjadi catatan penting dan sekaligus mendesak bagi KPK. Tugas penyelidikan harus segera diimplementasikan secara menyeluruh dan berkala pada setiap wilayah instansi kepemerintahan di Indonesia baik lokal, regional, maupun nasional. Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Prestasi Korupsi (IPK), yang baru diluncurkan pada 28/1 lalu; melaporkan bahwa korupsi yang merusak pelayanan publik juga berpotensi sepanjang penanganan covid-19 dalam sektor kesehatan.
Dari sini saya berasumsi bahwa selain dalam sektor kesehatan, tetapi juga sektor pemerintahan (goverment sector), pendidikan, dan perusahaan, sangat besar potensi adanya kasus korupsi selama penanganan covid-19 yang juga masih berjalan hingga saat ini. Iming-iming penyaluran bantuan bagi masyarakat, alhasil masuk kantung rumah tangga sendiri atau segilintir orang saja.
Ini adalah buah harapan masyarakat yang menolak untuk bungkam terhadap korupsi. Masyarakat kurang paham regulasi lajur penyaluran bantuan sosial oleh negara, sehingga tak jarang yang didapat hanya isu belaka bukan material. Masyarakat diperdaya dan bahkan diperalat hanya sekadar menambah kuantitas demi mengencangkan kantong rumah tangga yang berkuasa. Kasus korupsi dana desa oleh bendahara desa di Flores Timur yang ditangani KPK Januari lalu (Media Indonesia, 12/1). Kasus korupsi dana Bansos untuk 7 lembaga pendidikan di Tasikmalaya, Jawa Barat (18/2). Dan tentunya cukup banyak kasus korupsi yang ditangani KPK sepanjang pandemi ini mungkin itu baru sebagaian saja yang terbongkar dari sekian kasus yang masih terbungkam.
Ini adalah kerja rumah untuk kita bersama dalam memerangi wabah korupsi, secara khusus tugas yang harus dijalankan lembaga hukum KPK secara konsisten dan menyeluruh. Masih banyak harapan masyarakat yang menantikan kedatangan KPK di berbagai wilayah untuk menangani kasus-kasus yang masih terkubur dan menanti untuk dibongkar.
KPK adalah ujung tombak harapan masyarakat yang termarginal yang hak-hak mereka disunat. Kehadiran sebuah Lembaga Hukum KPK dalam memerangi korupsi setidaknya menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa negara sungguh serius memperhatikan kepentingan warganya. Namun, perlu digaris bawahi korupsi adalah lawan yang tangguh. Mengutip kembali Editorial, (1/3) “Korupsi ialah musuh yang tangguh, bahkan teramat tangguh. Jangankan untuk mematikan, untuk melawannya saja bakal sangat sulit bila dukungan dan terutama kepercayaan tidak ada di belakang KPK. Konsistensi dukungan tentu akan menambah kekuatan lembaga ujung tombak pemberantasan korupsi tersebut.”
Akhirnya, sembari memberikan dukungan kepercayaan dan apresiasi terhadap kinerja KPK, tetapi sebagai suatu negara yang teramat besar ini kita perlu merajut kerja sama baik antara sesama lembaga penegak hukum, pemerintahan yang berwenang dalam membuat legislasi, dan semua elemen masyarakat. Korupsi adalah musuh kita bersama karena merusak peradaban dan mengisolasi kemajuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Karena itu upaya pencegahan dan penindakan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama.
Komentar