NTT Butuh Pemimpin yang Bernyali Besar
(Gambar: dokumen STFK Ledalero)
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah sekian lama bergulat dengan berbagai persoalan pembangunan infrastruktur dalam kehidupan ekonomi sosial masyarakatnya yang selalu tertinggal jauh dari provinsi-provinsi lain di Indonesia. Dan bahkan sekarang masih menempati posisi ketiga terendah (termiskin) setelah dua provinsi di wilayah Papua.
Berhadapan dengan fakta ini lantas muncul pertanyaan yang cukup ironis untuk kita. Sampai kapankah posisi ketertinggalan ini kita terus pertahankan sebagai sebuah prestasi yang absolut?
Daniel Burnham, seorang anggota Komisari Tatakota Chigago pernah berkata, “Jangan sekali-kali membuat rencana yang kecil. Rencana yang kecil tidak dapat mempengaruhi orang. Oleh sebab itu buatlah rencana yang besar dan hebat. Sekali suatu rencana besar telah diperhatikan, ia tidak akan hilang lagi.”
Daniel Burnham terbukti dengan gagasan-gagasannya mampu mendongkrak perkembangan keseluruhan struktur kehidupan kota Chicago pada masa itu. Saya berasumsi, Daniel Burnham telah berhasil membawa kemajuan bagi Amerika Serikat hingga pada era ini.
Sosok lain yang mengguncang kesadaran orang dengan pandangan yang boleh saya katakan (rencana besar) mirip dengan Burnham adalah Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat. Dia bukan dari Chicago atau Amerika Serikat tetapi dia adalah putra pribumi NTT yang kini telah menjabat sebagai Gubernur NTT. Iya adalah, Gubernur Victor Bungtilu Laiskodat.
Dalam pertemuan Sabtu, 24 November 2018 di Aula St. Thomas Aquinas, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero (STFK- Ledalero). Warna temu Kuliah Umum dengan tema, “Merakit Mimpi Dan Harapan Tentang NTT Yang Lebih Baik”.
Dikatakan NTT membutuhkan pemimpin yang bernyali besar, dan sosok pemimpin ini saya temukan pada Gubernur Voktor Bungtilu Laiskodat. Berjiwa muda dan bersinergi merajut seribu mimpi untuk kemajuan NTT dalam masa kepemimpinan ini. Akankah semuanya itu terwujud? Kita akan berjalan bersama.
Tentu bukan merupakan perjuangan yang mudah apa lagi yang hanya dalam kurun waktu lima tahun ini. Karena itu sangat diperlukan sebuah tanggung jawab besar dan keseriusan dalan “kerja” demi NTT yang lebih menarik [maju].
Menyikapi berbagai tantangan dan kesulitan yang tentunya akan dihadapi dalam mewujudkan NTT yang lebih baik, Gubernur Viktor membutuhkan rekan-rekan kerjanya yang profesional. Dalam bahasa ceramahnya, “NTT butuh orang-orang yang ahli bisa, bukan sebaliknya. Ada masalah dipecahkan dengan bersama mencari solusi, bukan sekedar melaporkan persoalan atau masalah mentah saja.” Dalam artian bahwa laporan persoalan yang sampai kepada ruang gubernur haruslah sudah berupa proposal yang diajukan dari setiap pemerintah daerah. “Pemerintah siap membantu!”
Beliau juga dengan sangat tegas mengajak para pemimpin daerah pada tingkat kabupaten di bawah jejaring kepemimpinannya untuk bekerja sama secara bertanggung jawab sesuai dengan visi besar demi kemajuan NTT. Pemimpin daerah yang tidak bekerja secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab atau bila ditemukan tidak bekerja sesuai dengan visi bersama, maka pembangunan pada daerah tersebut akan diambil alih oleh pimpinan provinsi (gubernur).
Menarik bahwa beliau menguasai semua sektor pembangunan ekonomi dalam wilayah NTT. Meskipun sektor pariwisata yang menjadi prioritas utama yang sudah mulai kita saksikan kegiatan pariwisata yang dipadukan dengan pertunjukan budaya dibeberapa tempat saat ini. Namun beliau juga berbicara mengenai banyak hal seperti pembangunan dalam sektor pertanian dengan penekanan pada pangan lokal, pendidikan perihal kualitas pengajar disetiap sekolah.
Pada poin ini, Gubernur Victor menantang para pastor, biarawan/i untuk terlibat menjadi pengajar (guru) dan mengajar di sekolah-sekolah. Gubernur akan menarik semua pengajar yang merupakan PNS dari sekolah-sekolah swasta ke sekolah-sekolah negeri. Untuk sekolah-sekolah sewasta gubernur akan memberikan insentif bagi semua pengajarnya, termasuk para imam, biarawan, dan biarawati.
Tulisan ini sebenarnya sekadar menyadarkan kita untuk melihat sudah sejauh mana para pemimpin kita di wilayah NTT ini terutama pada tingkat daerah untuk bergerak menangkap gagasan besar di atas. Apakah pemimpin-pemimpin di daerah kita cukup sadar dan peduli untuk membangun daerahnya secara tepat guna. Menyentuh kebutuhan dasariah yang didambakan masyarakat pada wilayah-wilayah tertentu seperti, air bersih, listrik, dan jalan raya yang menjadi poros pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Masyarakat NTT tentu akan setuju bila dikatakan mereka tidak miskin. Para pemimpin setiap daerah juga akan menyangkal realitas ketertinggalan ini. “NTT tidak miskin!”. Ini orasi sudah tidak asing didengar dari para pemimpin sebagai nyanyian untuk menghibur rakyatnya dalam realitas riil yang dihadapi. Sungguh sayang dan bahkan sedih. NTT memang tidak miskin, NTT hanya ketiadaan pemimpin-pemimpin yang kurang berpikir.
Bersama semangat kepemimpinan Gubernur Victor, hendaklah para pemimpin-pemimpin daerah secara sadar dan jujur lebih dekat melihat, berpikir, dan bekerja untuk NTT yang lebih baik. Kita menggunakan ungakapan “NTT yang lebih baik”, frasa yang cukup lembut dan terselubung semangat optimisme dari kalimat yang sebenarnya bisa dipakai juga, “NTT yang baik”. Lebih baik karena NTT memang sudah baik, tapi butuh lebih.
NTT sudah baik dalam penataan kotanya, bangunan rumah-rumah jabatan, dan sandaran empuk kursi para pemimpin yang konon sering membuatnya tertidur hingga lupa untuk berpikir. Lebih baik, ialah tuntutan keadilan, pemerataan “pembangunan” secara menyeluruh bagi semua wilayah masyarakat di NTT dengan persoalan mendasar seperti yang sudah disebutkan di atas.
NTT butuh pemimpin yang bernyali besar. Bernyali besar, bukan ototnya yang besar. Bernyali besar rujukan gubernur ialah otak (pikiran) yang mampu dan berani melahirkan gagasan-gagasan besar untuk kemajuan daerahnya. “NTT butuh orang-orang yang ahli bisa”. Bisa, mengandaikan orang-orang yang berpikir.
Perlu menjadi buah pemikiran kritis tentang dominasi pembangunan di daerah-daerah saat ini yang kurang berorientasi pada tujuan utama pembentukan suatu daerah yaitu bonum communae, sasaran pada kesejahteraan bersamma. Pembangunan di setiap daerah cenderung bersifat monumental. Dengan berpusat dalam kota di mana menjadi tempat yang strategis mendapat pengakuan sebagai “daerah maju” terlepas dari realitas keterpurukan masyarakat pedesaan (kampung). Yang bahkan karena sudah terbiasa hingga menerima keterpinggiran mereka sebagai nasib.
Asumsi NTT sebagai provinsi termiskin ketiga bisa disangkal dengan argumen dari kebesaran kepala untuk merakayasa wajah yang enggan disebut miskin. Namun, kita tidak bisa menyangkal bahwa kaki kita sungguh berpijak pada lumpur kemiskinan. Untuk itu, mari kita lebih jujur dan bertanggung jawab menyikapi keterpinggiran kita dengan sama-sama bekerja bagi NTT. Hilangkan tendensi egoistis yang tidak membangun.
Bekerja tidak dengan merakit mimpi dan tinggal dalam harapan tentang NTT yang lebih baik, tetapi bekerja dengan gerak pikiran yang sadar akan kebutuhan rakyat bukan monumental. Bekerja, menuntut aktus nyata menjadikan NTT sebagai generasi yang mampu menanggalkan kalung kemiskinan yang bergantung silih berganti pada setiap masa kepemimpinan provinsi ini sejak awal berdirinya.
*NB: Tulisan ini pernah dimuat di Media Cetak Flores Pos....
Komentar
Mari mewakili suara minoritas yang ikut meneriakkan keadilan
Siap maju bersama.🙂😊